Selasa, 24 Januari 2012

Implementasi Pendidikan Karakter

Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, diamanatkan bahwa setiap upaya pembangunan harus selalu dipikirkan keterkaitan dan dampaknya terhadap pengembangan karakter bangsa.  Hal ini dapat dilihat dari misi pembangunan nasional yang memposisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotongroyong, berjiwa patriotic, berkembang dinamis, dan berorientasi IPTEK.
Sejalan dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap akuntabilitas sekolah, maka meningkat pula tuntutan terhadap para kepala sekolah. Mereka diharapkan mampu melaksanakan fungsinya baik sebagai manajer dan leader. Untuk meningkatkan kemampuan kepala sekolah dan tenaga kependidikan yang lain, pemerintah Indonesia telah menunjukkan good will, dengan adanya Kebijakan Menteri Pendidikan Nasional mengenai program penguatan kemampuan Kepala Sekolah. Program tersebut merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan Kepala Sekolah dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.  Ada tiga hal yang menyebabkan program diklat penguatan kemampuan Kepala Sekolah perlu dikembangkan.  Pertama, adanya tuntutan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, yang mengandung amanat bahwa Kepala Sekolah merupakan pimpinan tertinggi di sekolah dituntut memiliki lima dimensi kompetensi, yaitu dimensi kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial, sehingga secara bertahap dan berkesinambungan kompetensi kepala sekolah harus ditingkatkan.  Kedua, adanya tuntutan masyarakat yang meinginginkan adanya peningkatan kualitas pembelajaran dalam rangka menghasilkan lulusan yang mampu bersaing, tidak hanya di tingkat local dan nasional melainkan juga di tingkat internasional.
Masyarakat menginginkan peningkatan kualitas pembelajaran tidak hanya dalam rangka menyiapkan peserta didik mengikuti ujian nasional, melainkan juga membuat peserta didik memiliki kecakapan hidup seperti kecakapan berpikir kritis, inovatif, dan kreatif.  Ketiga, adanya kebijakan Menteri Pendidikan Nasional, bahwa di masa mendatang pengembangan pembelajaran difokuskan pada pengembangan pembelajaran yang diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang kreatif, inovatif, terampil memecahkan masalah, mampu berpikir kritis, dan bernaluri kewirausahaan.
Untuk itu diadakan program penguatan kemampuan Kepala Sekolah yang difokuskan pada pengembangan dimensi-dimensi kompetensi dalam mengelola, memimpin, dan mensupervisi guru untuk mengembangkan pembelajaran berbasis kreativitas, inovasi, pemecahan masalah, berpikir kritis, dan naluri kewirausahaan. 
Sekolah sebagai pusat pengembangan budaya tak terlepas dari nilai-nilai budaya yang dianut oleh suatu bangsa. Bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai budaya yang bersumber dari Pancasila, sebagai falsafah hidup berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai itu meliputi: religius, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan, dan keadilan. Nilai-nilai ini dijadikan dasar filosofis dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dalam pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Departemen Pendidikan Nasional telah menetapkan kerangka dasar Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Kompetensi (SK), dan Kompetensi Dasar (KD).
KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Pengembangannya harus berdasarkan satuan pendidikan, potensi daerah, atau karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
Pemberlakuan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menuntut pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengelolaan pendidikan yang semula bersifat sentralistik berubah menjadi desentralistik. Desentralisasi pengelolaan pendidikan dengan diberikannya wewenang kepada satuan pendidikan untuk menyusun kurikulumnya mengacu pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional dan Pasal 35 mengenai standar nasional pendidikan.
Satuan pendidikan merupakan pusat pengembangan budaya. Oleh karena itu KTSP ini mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa sebagai satu kesatuan kegiatan pendidikan yang terjadi di sekolah. Nilai-nilai yang dimaksud di antaranya: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli sosial dan lingkungan. Nilai-nilai tersebut bukan sebagai materi pelajaran, akan tetapi nilai-nilai yang melingkupi dan terintegrasi dalam seluruh kegiatan pendidikan sebagai budaya sekolah.
Atas dasar itulah maka fungsi dan tugas satuan pendidikan dalam mengimplementasikan budaya dan karakter bangsa sangat didukung oleh kemampuan Kepala Sekolah sebagai pucuk pimpinan yang menentukan arah kebijakan sekolah.  Kepala Sekolah diharapkan mampu menerapkan materi-materi yang sudah dipelajari melalui program penguatan kepala sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar